Jumat, 25 Maret 2011

all about all

1. ELANG JAWA (Spizaetus bartelsi)



Status Konservasi: Terancam Punah




A.Ciri-ciri:
Elang yang bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 cm (dari ujung paruh hingga ujung ekor). Kepala berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4 bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang nampak keemasan bila terkena sinar matahari). Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap. Kerongkongan keputihan dengan garis (sebetulnya garis-garis) hitam membujur di tengahnya. Ke bawah, ke arah dada, coret-coret hitam menyebar di atas warna kuning kecoklatan pucat, yang pada akhirnya di sebelah bawah lagi berubah menjadi pola garis (coret-coret) rapat melintang merah sawomatang sampai kecoklatan di atas warna pucat keputihan bulu-bulu perut dan kaki. Bulu pada kaki menutup tungkai hingga dekat ke pangkal jari. Ekor kecoklatan dengan empat garis gelap dan lebar melintang yang nampak jelas di sisi bawah, ujung ekor bergaris putih tipis. Betina berwarna serupa, sedikit lebih besar. Iris mata kuning atau kecoklatan; paruh kehitaman; sera (daging di pangkal paruh) kekuningan; kaki (jari) kekuningan. Burung muda dengan kepala, leher dan sisi bawah tubuh berwarna coklat kayu manis terang, tanpa coretan atau garis-garis.Ketika terbang, elang Jawa serupa dengan elang brontok (Spizaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil. Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara elang brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.

B.Habitat:
Sebaran elang ini terbatas di Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun demikian penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan. Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa. Agaknya burung ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng. Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang selalu hijau, di dataran rendah maupun pada tempat-tempat yang lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti di Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 m dpl.
Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai, meski tidak selalu jauh dari lokasi aktivitas manusia. Agaknya burung ini sangat tergantung pada keberadaan hutan primer sebagai tempat hidupnya. Walaupun ditemukan elang yang menggunakan hutan sekunder sebagai tempat berburu dan bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan hutan primer yang luas.
C.Makanan dan Masa bertelur :
Burung pemangsa ini berburu dari tempat bertenggernya di pohon-pohon tinggi dalam hutan. Dengan sigap dan tangkas menyergap aneka mangsanya yang berada di dahan pohon maupun yang di atas tanah, seperti pelbagai jenis reptil, burung-burung sejenis walik, punai, dan bahkan ayam kampung. Juga mamalia berukuran kecil sampai sedang seperti tupai dan bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet.
Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni. Sarang berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah. Telur berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari.
Pohon sarang merupakan jenis-jenis pohon hutan yang tinggi, seperti rasamala (Altingia excelsa), pasang (Lithocarpus dan Quercus), tusam (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), dan ki sireum (Eugenia clavimyrtus). Tidak selalu jauh berada di dalam hutan, ada pula sarang-sarang yang ditemukan hanya sejarak 200-300 m dari tempat rekreasi.
D.Upaya yang Dilakukan Untuk Menyelamatkan:
Di habitatnya, elang Jawa menyebar jarang-jarang. Sehingga meskipun luas daerah agihannya, total jumlahnya hanya sekitar 137-188 pasang burung, atau perkiraan jumlah individu elang ini berkisar antara 600-1.000 ekor. Populasi yang kecil ini menghadapi ancaman besar terhadap kelestariannya, yang disebabkan oleh kehilangan habitat dan eksploitasi jenis. Pembalakan liar dan konversi hutan menjadi lahan pertanian telah menyusutkan tutupan hutan primer di Jawa.Dalam pada itu, elang ini juga terus diburu orang untuk diperjual belikan di pasar gelap sebagai satwa peliharaan. Karena kelangkaannya, memelihara burung ini seolah menjadi kebanggaan tersendiri, dan pada gilirannya menjadikan harga burung ini melambung tinggi.
Mempertimbangkan kecilnya populasi, wilayah agihannya yang terbatas dan tekanan tinggi yang dihadapi itu, organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan elang Jawa ke dalam status EN (Endangered, terancam kepunahan). Demikian pula, Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai hewan yang dilindungi oleh undang-undang.


2.PENYU SISIK (Dermochelys coriacea)


Status Konservasi: Paling Terancam Punah

A.Ciri-ciri:
 Memiliki sirip depan yang panjang
 Karapas berwarna gelap dengan bintik putih atau garis putih
 Merupakan jenis penyu terbesar, dengan panjang 3 m dan berat 600 kg
 Kerapasnya ditutupi dengan kulit kedua.

B.Habitat:
Hewan ini paling banyak ditemui di Pantai Sukamade (Taman Nasional Meru Betiri di Jawa Timur), disepanjang pantai Lambaro desa Gugop Gugop kabupaten Aceh Besar, Kep. Kei di Maluku Tenggara dan Wakatobi di Sulawesi Tenggara
C.Makanan dan Masa Bertelur:
Makanan penyu belimbing, yaitu: ubur-ubur dan cumi-cumi. Penyu mengalami siklus bertelur yang beragam, dari 2 - 8 tahun sekali. Sementara penyu jantan menghabiskan seluruh hidupnya di laut, betina sesekali mampir ke daratan untuk bertelur. Penyu betina menyukai pantai berpasir yang sepi dari manusia dan sumber bising dan cahaya sebagai tempat bertelur yang berjumlah ratusan itu, dalam lubang yang digali dengan sepasang tungkai belakangnya. Pada saat mendarat untuk bertelur, gangguan berupa cahaya ataupun suara dapat membuat penyu mengurungkan niatnya dan kembali ke laut. Penyu yang menetas di perairan pantai Indonesia ada yang ditemukan di sekitar kepulauan Hawaii. Penyu diketahui tidak setia pada tempat kelahirannya. Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan seekor penyu. Dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak hanya belasan tukik (bayi penyu) yang berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa. Itu pun tidak memperhitungkan faktor perburuan oleh manusia dan pemangsa alaminya seperti kepiting, burung dan tikus di pantai, serta ikan-ikan besar begitu tukik tersebut menyentuh perairan dalam.


D.Upaya yang Dilakukan Untuk Menyelamatkan:
Dalam laporan Conservation International (CI) yang diumumkan pada simposium tahunan ke-24 mengenai usaha pelestarian penyu di Kosta Rika disebutkan, banyaknya penyu belimbing turun dari sekitar 115.000 ekor betina dewasa menjadi kurang dari 3.000 ekor sejak tahun 1982. Penyu belimbing telah mengalami penurunan 97% dalam waktu 22 tahun terakhir. Selain itu, lima spesies penyu juga beresiko punah, meski tidak dalam jangka waktu yang singkat seperti penyu belimbing. Hampir semua jenis penyu termasuk ke dalam daftar hewan yang dilindungi oleh undang-undang nasional maupun internasional karena dikhawatirkan akan punah disebabkan oleh jumlahnya makin sedikit. Di samping penyu belimbing, dua spesies lain, penyu Kemp’s Ridley dan penyu sisik juga diklasifikasikan sebagai sangat terancam punah oleh The World Conservation Union (IUCN). Penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang atau penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea), dan penyu tempayan atau loggerhead (Caretta caretta) digolongkan sebagai terancam punah. Hanya penyu pipih (Natator depressus) yang diperkirakan tidak terancam.
Sebagian orang menganggap penyu adalah salah satu hewan laut yang memiliki banyak kelebihan. Selain tempurungnya yang menarik untuk cendramata, dagingnya yang lezat ditusuk jadi Sate penyu berkhasiat untuk obat dan ramuan kecantikan. Terutama di Tiongkok dan Bali, penyu menjadi bulan-bulanan ditangkap, disantap, tergusur dari pantai, telurnyapun diambil. Meski sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pelestarian Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang melindungi semua jenis penyu, perburuan terhadap hewan yang berjalan lamban ini terus berlanjut. Untuk mencegah kepunahan penyu, terutama penyu belimbing, beberapa negara telah melindungi tempat bertelur penyu. Salah satunya adalah di Jamursba Medi, yang terletak di pantai utara Irian. Pantai itu baru-baru ini ditetapkan sebagai wilayah konservasi. Selain itu, di tempat-tempat yang populer sebagai tempat bertelur penyu biasanya sekarang dibangun stasiun penetasan untuk membantu meningkatkan tingkat kelulushidupan (survival). Di Indonesia misalnya terdapat stasiun penetasan di:
• Pantai selatan Jawa Barat (Pangumbahan, Cikepuh KSPL Chelonia UNAS)
• pantai selatan Bali (di dekat Kuta)
• Kalimantan Tengah (Sungai Cabang FNPF)
• pantai selatan Lombok
• Jawa Timur (Alas Purwo)
• Bengkulu (Retak ilir Muko-muko)
• Pulau Cangke Kabupaten Pangkep Prov. Sulawesi selatan







3.PENYU HIJAU (Helonia mydas)

Status Konservasi: Terancam punah

A.Ciri-ciri:
 Bentuk kepalanya kecil dan paruhnya tumpul
 Karapas berbentuk bulat telur berwarna kuning kehijauan atau coklat hitam gelap
 Ukuran panjang antara 80 hingga 150 cm dengan berat bisa mencapai 132 kg
 Memiliki warna lemak hijau di sisiknya sehingga dinamakan penyu hijau

B.Habitat:
Penyu hijau paling banyak ditemui di Kep. Derawan di Kalimantan Timur (merupakan habitat penyu hijau terbesar di Asia ), pantai Jamurbamedi di Papua Barat, Taman Nasional Wakatobi dan P. Serangan di Bali.
C.Makanan dan Masa Bertelur :
Penyu, terutama penyu hijau, adalah hewan pemakan tumbuhan yang sesekali memangsa beberapa hewan kecil. Penyu mengalami siklus bertelur yang beragam, dari 2 - 8 tahun sekali. Sementara penyu jantan menghabiskan seluruh hidupnya di laut, betina sesekali mampir ke daratan untuk bertelur. Penyu betina menyukai pantai berpasir yang sepi dari manusia dan sumber bising dan cahaya sebagai tempat bertelur yang berjumlah ratusan itu, dalam lubang yang digali dengan sepasang tungkai belakangnya. Pada saat mendarat untuk bertelur, gangguan berupa cahaya ataupun suara dapat membuat penyu mengurungkan niatnya dan kembali ke laut.Penyu yang menetas di perairan pantai Indonesia ada yang ditemukan di sekitar kepulauan Hawaii. Penyu diketahui tidak setia pada tempat kelahirannya.

D.Upaya yang Dilakukan Untuk Menyelamatkan:
Di tempat-tempat yang populer sebagai tempat bertelur penyu biasanya sekarang dibangun stasiun penetasan untuk membantu meningkatkan tingkat kelulushidupan (survival). Di Indonesia misalnya terdapat stasiun penetasan di:
• Pantai selatan Jawa Barat (Pangumbahan, Cikepuh KSPL Chelonia UNAS)
• pantai selatan Bali (di dekat Kuta)
• Kalimantan Tengah (Sungai Cabang FNPF)
• pantai selatan Lombok
• Jawa Timur (Alas Purwo)
• Bengkulu (Retak ilir Muko-muko)
• Pulau Cangke Kabupaten Pangkep Prov. Sulawesi selatan